Telah dikatakan bahwa manusia bukan tidak sekedar ingin tahu, tetapi ingin tahu
kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar’. Kebenaran ialah persesuaian
antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
sesuai dengan obyeknya. Inilah kebenaran obyektif. Seperti dikatakan Poedjawijatna.
pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang obyektif.
Kalau saya mengatakan bahwa di luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang
saya katakan memang sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu,
hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi
itu tidak benar.
Tiga Jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan
kebenaran semantik. Kebenaran epistemologis berkaitan dengan pengetahuan, kebenaran
ontologis berkaitan dengan hakikat sesuatu, dan kebenaran semantik berkaitan dengan
tutur kata atau bahasa. Di bawah ini diuraikan secara singkat setiap jenis kebenaran.
1. Kebenaran Epistemologis
Disebut juga kebenaran logis.. Yang dipersoalkan di sini ialah apa artinya pengetahuan
yang benar? Atau, kapan sebuah pengetahuan disebut pengetahuan yang benar?
Jawabannya: bila apa yang terdapat dalam pikiran subyek sesuai dengan apa yang ada
dalam obyek.
2. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek. Misalnya, kita
mengatakan batu adalah benda padat yang keras. Ini sebuah kebenaran ontologis, sebab
batu pada hakikatnya merupakan benda padat yang sangat keras. Manusia yang benar
adalah manusia yang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.Kebenaran ontologis dapat
dibedakan menjadi:
2.1. Kebenaran Ontologis Esensialis: menyangkut sifaat dasar atau kodrat sesuatu
2.2. Kebenaran Ontologis Naturalis: menyangkut kodrat seperti yang diciptakan
Tuhan.
2.3. Kebenaran Ontologis Artifisial: menyangkut kodrat yang diciptakan oleh
manusia.
3. Kebenaran Semantik
Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini tergantung pada kebebasan
manusia sebagai makluk yang bebas melakukan sesuatu. Bahasa merupakan ungkapan
dari kebenaran.
Teori-teori Kebenaran
Ada tiga teori utama tentang kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi, dan
pragmatis. Berikut diuraikan secara ringkas ketiga teori tersebut.
1. Teori Korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu proposisi benar kalau proposisi itu sesuai dengan
fakta. Kalau saya mengantakan bahwa salju berwarna putih, pernyataan itu benar jika
fakta menunjukkan bahwa salju berwarna putih. Teori ini dianut terutama oleh kaum
idealis, seperti F.H. Bradley. Harap diingat, bahwa definisi tentang kebenaran yang
dikemukakan di depan, pada dasarnya merupakan teori korespondensi. Teori ini diterima
oleh kalangan luas.
2. Teori Koherensi
Para penganut teori koherensi mengatakan bahwa suatu proposisi benar jika proposisi itu
berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar. Karena sifatnya
demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Di sini derajat koherensi
merupakan ukuran bagi derajad kebenaran.
Tetapi teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi
mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar.
3. Teori-teori Pragmatis
Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar jika dilihat dari realisasi
proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi. Kebenaran, kata
Kattshoff, merupakan gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan dalam suatu situasi.
Jadi, kata kunci untuk teori-teori pragmatis ialah "dapat dilaksanakan" dan "berguna".
Jadi, para penganut teori itu mengatakan bahwa benar-tidaknya sesuatu bergantung pada
dapat-tidaknya proposisi itu dapat dilaksanakan, dan apakah proposisi itu berguna. ‘
Sifat-sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah diperoleh melalui prosedur baku di bidang keilmuan yakni metodologi
ilmiah.Teori manakah yang berlaku bagi kebenaran ilmiah? Pada kebenaran ilmu-ilmu
alam berlaku teori korespondensi, sedangkan pada kebenaran ilmu-ilmu manusia terlaku
teori koherensi.
Pada ilmu-ilmu alam, fakta obyektif mutlak diperlukan untuk membuktikan setiap
proposisi atau pernyataan. Oleh sebab itu, kebenaran adalah kesesuaian antara proposisi
dan fakta obyektif. Sebaliknya, pada ilmu-ilmu manusia, yang dituntut ialah konsistensi
dan koherensi antarproposisi.
Kebenaran ilmiah bersifat obyektif dan universal. Bersifat obyektif, artinya kebenaran
sebuah teori ilmiah (atau aksioma dan paradigma) harus didukung oleh kenyataan
obyektif (fakta). Itu berati, kebenaran ilmiah tidak bersifat subyektif.
Kebenaran ilmiah bersifat universal sebab kebenaran ilmiah merupakan hasil konvensi
dari para ilmuwan di bidangnya. Hanya dengan demikian, kebenaran ilmiah dapat
dipertahankan. Hal ini mengandaikan pula bahwa tidak tertutup kemungkinan suatu teori
yang dianggap benar suatu waktu akan gugur oleh hasil penemuan baru. Biasanya, dalam
kasus seperti ini dilakukan penelitian ulang dan pengkajian yang mendalam. Dan, kalau
penemuan baru (yang menolak kebenaran lama) bisa dibuktikan kebenarannya, maka
kebenaran lama harus ditinggalkan. Itupun membutuhkan konvensi para ilmuwan.
Alasan mengapa kebenaran ilmiah jugaifat relatif ialah karena rasio manusia bers
terbatas. Ilmu, dan teknologi, mengalami perkembangan tidak sekaligus dan final, tapi
tahap demi tahap. Lebih sering suatu kebenaran berarti kebenaran sementara
kebenaran. Ia ingin memiliki pengetahuan yang benar’. Kebenaran ialah persesuaian
antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang
sesuai dengan obyeknya. Inilah kebenaran obyektif. Seperti dikatakan Poedjawijatna.
pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang obyektif.
Kalau saya mengatakan bahwa di luar sedang hujan, proposisi itu benar jika apa yang
saya katakan memang sesuai dengan fakta. Jadi, ketika saya mengucapkan kalimat itu,
hujan sedang turun. Kalau hujan tidak turun, apalagi sedang panas terik, maka proposisi
itu tidak benar.
Tiga Jenis Kebenaran
Ada tiga jenis kebenaran, yakni kebenaran epistemologis, kebenaran ontologis, dan
kebenaran semantik. Kebenaran epistemologis berkaitan dengan pengetahuan, kebenaran
ontologis berkaitan dengan hakikat sesuatu, dan kebenaran semantik berkaitan dengan
tutur kata atau bahasa. Di bawah ini diuraikan secara singkat setiap jenis kebenaran.
1. Kebenaran Epistemologis
Disebut juga kebenaran logis.. Yang dipersoalkan di sini ialah apa artinya pengetahuan
yang benar? Atau, kapan sebuah pengetahuan disebut pengetahuan yang benar?
Jawabannya: bila apa yang terdapat dalam pikiran subyek sesuai dengan apa yang ada
dalam obyek.
2. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologis berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari obyek. Misalnya, kita
mengatakan batu adalah benda padat yang keras. Ini sebuah kebenaran ontologis, sebab
batu pada hakikatnya merupakan benda padat yang sangat keras. Manusia yang benar
adalah manusia yang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.Kebenaran ontologis dapat
dibedakan menjadi:
2.1. Kebenaran Ontologis Esensialis: menyangkut sifaat dasar atau kodrat sesuatu
2.2. Kebenaran Ontologis Naturalis: menyangkut kodrat seperti yang diciptakan
Tuhan.
2.3. Kebenaran Ontologis Artifisial: menyangkut kodrat yang diciptakan oleh
manusia.
3. Kebenaran Semantik
Kebenaran ini berkaitan dengan pemakaian bahasa. Ini tergantung pada kebebasan
manusia sebagai makluk yang bebas melakukan sesuatu. Bahasa merupakan ungkapan
dari kebenaran.
Teori-teori Kebenaran
Ada tiga teori utama tentang kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi, dan
pragmatis. Berikut diuraikan secara ringkas ketiga teori tersebut.
1. Teori Korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu proposisi benar kalau proposisi itu sesuai dengan
fakta. Kalau saya mengantakan bahwa salju berwarna putih, pernyataan itu benar jika
fakta menunjukkan bahwa salju berwarna putih. Teori ini dianut terutama oleh kaum
idealis, seperti F.H. Bradley. Harap diingat, bahwa definisi tentang kebenaran yang
dikemukakan di depan, pada dasarnya merupakan teori korespondensi. Teori ini diterima
oleh kalangan luas.
2. Teori Koherensi
Para penganut teori koherensi mengatakan bahwa suatu proposisi benar jika proposisi itu
berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar. Karena sifatnya
demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Di sini derajat koherensi
merupakan ukuran bagi derajad kebenaran.
Tetapi teori ini punya banyak kelemahan dan mulai ditinggalkan. Misalnya, astrologi
mempunyai sistem yang sangat koheren, tetapi kita tidak menganggap astrologi benar.
3. Teori-teori Pragmatis
Teori ini pada dasarnya mengatakan bahwa suatu proposisi benar jika dilihat dari realisasi
proposisi itu. Jadi, benar-tidaknya tergantung pada konsekuensi. Kebenaran, kata
Kattshoff, merupakan gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan dalam suatu situasi.
Jadi, kata kunci untuk teori-teori pragmatis ialah "dapat dilaksanakan" dan "berguna".
Jadi, para penganut teori itu mengatakan bahwa benar-tidaknya sesuatu bergantung pada
dapat-tidaknya proposisi itu dapat dilaksanakan, dan apakah proposisi itu berguna. ‘
Sifat-sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah diperoleh melalui prosedur baku di bidang keilmuan yakni metodologi
ilmiah.Teori manakah yang berlaku bagi kebenaran ilmiah? Pada kebenaran ilmu-ilmu
alam berlaku teori korespondensi, sedangkan pada kebenaran ilmu-ilmu manusia terlaku
teori koherensi.
Pada ilmu-ilmu alam, fakta obyektif mutlak diperlukan untuk membuktikan setiap
proposisi atau pernyataan. Oleh sebab itu, kebenaran adalah kesesuaian antara proposisi
dan fakta obyektif. Sebaliknya, pada ilmu-ilmu manusia, yang dituntut ialah konsistensi
dan koherensi antarproposisi.
Kebenaran ilmiah bersifat obyektif dan universal. Bersifat obyektif, artinya kebenaran
sebuah teori ilmiah (atau aksioma dan paradigma) harus didukung oleh kenyataan
obyektif (fakta). Itu berati, kebenaran ilmiah tidak bersifat subyektif.
Kebenaran ilmiah bersifat universal sebab kebenaran ilmiah merupakan hasil konvensi
dari para ilmuwan di bidangnya. Hanya dengan demikian, kebenaran ilmiah dapat
dipertahankan. Hal ini mengandaikan pula bahwa tidak tertutup kemungkinan suatu teori
yang dianggap benar suatu waktu akan gugur oleh hasil penemuan baru. Biasanya, dalam
kasus seperti ini dilakukan penelitian ulang dan pengkajian yang mendalam. Dan, kalau
penemuan baru (yang menolak kebenaran lama) bisa dibuktikan kebenarannya, maka
kebenaran lama harus ditinggalkan. Itupun membutuhkan konvensi para ilmuwan.
Alasan mengapa kebenaran ilmiah jugaifat relatif ialah karena rasio manusia bers
terbatas. Ilmu, dan teknologi, mengalami perkembangan tidak sekaligus dan final, tapi
tahap demi tahap. Lebih sering suatu kebenaran berarti kebenaran sementara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar